Senin, 15 Mei 2017

KRITIK SASTRA

Nama    : ATILA SHELA YOLANDA
NIM      : 16017040
Kelas : B
       Dosen   : Dr. Yenni Hayati, M.Hum.






PRODI SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

TAHUN 2017




KRITIK SASTRA “NOVEL KALATIDHA”
Seno Gumira Ajidarma lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958. Seno Gumira Ajidarma adalah seorang pengarang mutakhir dalam sastra Indonesia.Seno Gumira Ajidarma telah banyak membuat  dan menerbitkan karya-karyanya, seperti novel, roman, serta cerpen. Salah satu karya Seno yang terkenal adalah Kalatidha. Kalatidha merupakan novel yang termasuk ke dalam Angkatan 2000 atau Angkatan Mutakhir.
Novel Kalatidha karangan Seno Gumira Ajidarma merupakan sebuah novel yang menceritakan tentang konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Kekacauan-kekacauan yang terjadi pada zaman reformasi masih berimbas kepada kehidupan masyarakat pada saat sesudah reformasi. Tidak semua lapisan masyarakat bisa melupakan semua kekacauan akibat PKI terutama dengan mereka yang keluarganya menjadi korban pada saat itu. Semua kekacauan yang terjadi saat reformasi sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat sesudah reformasi sehingga menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran masyarakat, Oleh sebab itu, kehidupan pada masa sesudah reformasi sangatlah tegas. Semua orang yang dianggap atau diduga PKI langsung dihakimi oleh warga setempat. Kekejaman yang terjadi pada masa sesudah reformasi itu semata-mata karena masyarakat tidak ingin PKI kembali mengendalikan bangsa ini.
          Dari sekian banyak sastrawan serta pengarang yang membuat karya sastra pada periode mutakhir, hanya Seno Gumira Ajidarma lah yang berani membuat novel (karyanya) dengan bercerita mengenai peristiwa bersejarah G 30 SPKI ini. Karena peristiwa bersejarah ini sengaja digelapkan oleh rezim Orde Baru, sehingga banyak sastrawan yang tidak tahu persis mengenai peristiwa tersebut. Selain itu karena pengetahuan sejarah 1965 yang sangat terbatas, maka sangat sedikit sastrawan yang berani mengangkat cerita dengan latar belakang sejarah 1965. Namun karena adanya keberanian Seno Gumira Ajidarma, ia berhasil membuat sebuah novel yang bercerita mengenai latar belakang peristiwa sejarah G 30 SPKI.
Novel Kalatidha karya Seno Gumira Ajidarma  ini menampilkan kritik sosial. Kritik yang ditampilkannya  adalah kritik terhadap pemerintahan Orde Baru dan kritik terhadap masyarakat Indonesia. Kritik terhadap pemerintahan Orde Baru diungkapkan dengan pemenjaraan pikiran dan pengekangan kebebasan berpendapat. Hal ini tampak jelas pada novel ini dengan penggambaran bahwa orang yang bersalah ataupun tidak, tidak diberikan kesempatan untuk membela dirinya sendiri. Selain itu, kritik lain yang tergambar jelas pada novel ini adalah tindakan orde baru yang mengekang orang yang tidak sepaham dengannya. Kritik terhadap masyarakat yang digambarkan pengarang dalam novel ini adalah kritik yang menunjukkan bahwa manusia yang melakukan penindasan kepada orang yang tidak berdaya. Hal ini digambarkan lewat tokoh dokter dan juga petugas rumah sakit jiwa yang memerkosa gadis gila. Selain beberapa kritik yang ditampilkan sebelumnya, Seno Gumira Ajidarma juga mengemukakan kritik terhadap media massa yang tidak lagi independen, tetapi sudah digunakan oleh kelompok tertentu untuk tujuan tertentu pula.
Novel Kalatidha ini sulit untuk dipahami karena memiliki alur yang tidak jelas. Bahasanya juga sulit dimengerti. Tokoh dalam novel ini memiliki banyak sekali konflik batin dalam dirinya yang membuat cerita semakin berbelit-belit. Pemeran utama dalam cerita ini juga tidak jelas jalan fikirannya. Di akhir cerita novel ini tidak memiliki penyelesaian yang jelas. Pembaca dibiarkan berimajinasi sendiri dengan alur yang maju mundur tersebut. Peristiwa-peristiwa di dalam novel ini diceritakan secara jelas, sehingga terkesan kejam dan vulgar.


Senin, 28 November 2016

"PARTIKEL" oleh DEWI LESTARI




 TUGAS
ANALISIS NOVEL “PARTIKEL” DEWI LESTARI
DR. YENNI HAYATI M.HUM

OLEH
ATILA SHELA YOLANDA
16017040

SASTRA INDONESIA
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016



UNSUR INSTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK
1. unsur intrinsik
    a. Tema :  hubungan antara manusia dan alam.
   
    b. tokoh dan penokohan :
  • zarah : keras kepala, penyayang, haus akan ilmu, pekerja keras, egois, selalu berfikir kritis (ingin tahu).
  • ayah : berdedikasi tinggi, ambisisus, serius, terlalu memikirkan keluarga, dan juga penyayang.
  • ibu zarah : perhatian, sabar, dan penurut.
  • hara : dewasa, penyayang, pemaaf, dan cerdas.
  • abah : keras kepala, patuh kepada adat, dan religius.
  • koso : pandai berbicara.
  • storm : berkharisma, menarik, romantis, pengkhianat, dan playboy.
  • paul : baik, sopan, dan pekerja keras.
  • zach : saling membantu, disiplin, dan perhatian.
  • elena : suka membantu sesama teman.
  • bi yati : baik, suka membantu sesama.
  • bu aminah : emosional, pemarah.
  • pak yusuf : tegas.
  • pak ishak : disiplin dan tegas.
  • pak kas : suka menolong dan selalu membantu/ menyelesaikan masalah.
  • pak mansyur : disiplin
  • ujang : humoris, hangat dan suka berteman.
  • ibu inga : sabar, penyayang, pecinta binatang, pemberi solusi, dan disiplin.
  • gary : humoris.
  • kang ridwan : tega dan penyayang.
  • kim : setia kawan.
  • pak simon : menyukai hal-hal yang berbau mistis dan suka menolong.
  c. latar :
  • latar waktu : pagi hari, subuh-subuh, malam hari dan tengah malam.
  • latar tempat : di rumah abah, taman nasional bolivia (amerika selatan), kampus, laboratorium, hutan bukit jambul, kebun batu luhur, batu luhur kota bogor, kebun raya bogor (ditepi sungai ciliwung), ruang kerja ayah zarah, lapangan dipuncak bukit jambul, sekolah swasta SD-SMA (tempat sekolah zarah), kamar zarah, ruang kelas, kios foto, di meja makan, hutan kalimantan, tanjung puting, pangkalan bun, homestay tanjung harapan, bandara heathrow london, stasiun jakarta, clapham, galeri photo, restoran italia, galeri photo, apatemen storm, apartemen koso, kepulauan fiji, glastonbury symposium, weston, di inggris, perpustakaan, di rumah pak simon.
  • latar suasana : misterius, panik, menyedihkan, mencurigakan, mengerikan , mengkhawatirkan, menyenangkan atau bahagia, mengharukan, menegangkan.
  d. alur
      alur yang digunakan dalam novel partikel ini menggunakan alur maju mundur (campuran).

·         .  Pengenalan cerita 
      Zarah , perempuan kecil yang aneh dididik oleh ayah nya dengan cara kontroversial ; diajarkan segala pengetahuan dengan cara ayah megajarnya , tidak melalui institusi pendidikan resmi .
·         . Awal konflik 
    Rencana penelitian ayah zarah tidal diterima sehingga ia menghilang dari kampung .
·         .  Menuju konflik
   Zarah mahir dalam fotografi sehingga ia berkesempatan untuk menjelajahi dunia. 
·         .  Klimaks
    Zarah kabur karena sering berseteru dengan keluarga nya dan adanya pengkhianatan yang dialami zarah saat berada dilondon .
·         . Penyelesaian ( ending ) 
    Zarah memulai hidup sendiri dengan berkelana pindah tempat disegala penjuru dunia .  
  
  e. sudut pandang
      sudut pandang yang digunakan : sudut pandang orang pertama dan orang ketiga serba tahu.
 
  f. amanat : manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan yang lainnya merupakan ciptaan Allah swt. jadi sesama makhluk Allah harus menjaga kelestarian alam ini, terutama sekali manusia karena manusia sudah diberi akal dan pikiran, jadi sebagai makhluk Allah yang paling sempurna seharusnya manusia sangat tau tentang apa yang telah ditugaskan oleh Yang Maha Kuasa.  Bersyukur atas hidup yang kita miliki sekarang dan selalu berusaha . Selalu menjalani hidup dengan penuh ke ikhlasan dan tidak pernah putus asa atas segala kegagalan dan masalah hidup di dunia ini

2. unsur ekstrinsik
    a. nilai pendidikan
           Merupakan nilai manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. seperti nilai-nilai yang ada dalam novel partikel ini, misalnya :
  • setia kawan 
          setia kawan adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang kepada orang yang di anggap mempunyai tujuan dan keinginan yang sama, perasaan tersebut dapat diwujudkan dengan cara menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing, serta berjuang meraih cita-cita bersama baik suka maupun duka. hal ini dapat dilihat dalam kutipan "saya mau mengulang kelas 2 (dua)" (partikel,2012,116) dan saya mau bantu kosolocuhukwu belajar bu, partikel 2012,117) kutipan tersebut menggambarkan keadaan dimana zarah rela berkorban demi sahabatnya tersebut yang tidak naik kelas demi belajar bersama koso yang berkelainan otak.
  • tolong menolong
          tolomg menolong merupakan sikap membantu orang lain, untuk kebaikan bukan untuk kejahatan, itulah yang ditujukan oleh Firas yang menggunakan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk membantu kemajuan masyarakat Batu Luhur. Firas membantu penduduk untuk membuat penyaringan air hujan yang baik dan langsung dan minum. seperti tergambar pada kutipan "bogor kota curah hujan yang tinggi, dimanfaatlan ayah dengan merancang penampungan air hujan yang disambungkan kesebuah reservoir. (partikel 2012:13). kutipan tersebut menggambarkan bagaimana cara Firas memberikan pertolongan kepada masyarakat Batu Luhur yang sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut.

b. nilai religius
    nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan pencipta alam semesta dan seisinya. ikatan antara manusia dengan Tuhan dapat diwujudkan dengan banyak cara satu diantaranya adalah selalu percaya dan yakin kepada kekuasaannya.
  • keyakinan kepada Tuhan yang Maha Esa
          keyakinan kepada Tuhan yang Maha Esa merupakan bentuk keyakinan yang paling tinggi, paling utama dalam agama. seperti kutipan dalam novel Partikel "muka abah merah padam, ia benar-benar marah hari ini kamu benar-benar mencoreng nama abah, abah sangat malu punya cucu yang sangat kafir". tukasnya (partikel 2012:103) kutipan tersebut menggambarkan bahwa abah sangat marah ketika cucunya tidak tahu soal atau maksud dari iman.
  • menghormati seorang ibu.
          ibu adalah seorang yang sangat berjasa dalam hidup kita, karena ibu yang mengandung kita dalam rahimnya dan melahirkan kita membesarkannya dengan penuh kasih sayang. jasa seorang tidak bisa dibalas oleh seorang anak, sepeti dalam kutipan berikut "kulihat ibu sejenak berhenti menuangkan teh seperti menyodorkan tangannya. rikuh aku membungkuk meraih telapak tangannya dan menyentuhkannya kedahiku. sebagaimana yang selalu kulakukan tiap kali berangkat dan pulang kerumah ini. (partikel, 2012:36)

c. nilai sosial
    perilaku sosial dan tata cara hidup sosial merupakan perilaku tau sikap yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi. berdasarkan hasil analisis saya, nilai sosial dalam novel partikel, yaitu :
  • pengorbanan
          pengorbanan merupakan sikap yang ditujukan kepada orang lain untuk membuktikan keseriusan dalam suatu hal. misalnya pengorbanan orang tua kepada seorang anak, seorang suami untuk istri dan sebaliknya. maupun pengorbanan seorang kekasih kepada orang yang dicintainya. seperti yang terlihat pada kutipan "pengorbanan abah pindah ke kota pun tidak sia-sia, ayah melewati masa sekolahnya dari sati beasiswa kebeasiswa lainnya". (partikel,2012:11). dari kutipan diatas terlihat abah rela meninggalkan kota kelahirannya Batu Luhur demi anaknya Firas agar mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
  • kemenangan
          merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah usah atau perjuangan yang keras. perjuangan yang dilakukan untuk memperoleh kemenangan yang dilakukan secara sungguh-sungguh kemenangan yang diperoleh Zarah adalah menjadi juara lomba foto disebuah majalah. seperti pada kutipan. "keningku berkerut, selamat? hara cepat-cepat membuka halaman yang memuat sebuah foto yang kukenal (partikel,2012:171)

Selasa, 15 November 2016

ANALISIS NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK



TUGAS
ANALISIS NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK”
KARYA AHMAD TOHARI

OLEH
ATILA SHELA YOLANDA
16017040
DOSEN : DR. YENNI HAYATI M.HUM

SASTRA INDONESIA
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016


A.Pendahuluan
  Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengantar serta refleksinya terhadap gejala-gajala sosial di sekitarnya.  Pengarang mencoba menghasilkan pandangan dunianya tentang realitas sosial di sekitarnya untuk menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu.
. Novel karya Ahmad Tohari dengan tema budaya yang berseting perjuangan hidup seorang perempuan berhasil diselesaikan, novel tersebut berjudul “ Ronggeng Dukuh Paruk”. Novel ini berlatarbelakang tentang sebuah kebudayaan di daerah tertentu. Bagaimana pengaruh kebudayaan itu bagi masyarakat. Disamping itu, novel ini menjadi sebuah refleksi bagi kehidupan bermasyarakat, yaitu dipergunakan sebagai literatur dengan pesan-pesan yang ada di dalamnya.
Pesan yang berusaha digarap oleh pengarang. Novel yang bertema kebudayaan merupakan satu dari trilogi yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel ini mengambil cerita tentang seorang ronggeng dengan kehidupannya dan bagaimana dia di dalam masyarakat. Perjuangan seorang perempuan di dalam meniti pilihan hidupnya.
B.Pembahasan
     Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang ronggeng yang bernama Srintil. Novel ini berlatar tempat di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk merupakan sebuah kampung terpencil yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Dawuhan. Sedangkan, latar waktunya adalah sekitar tahun 1965-an.
1.   Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
          A.     Tema : Masalah yang dibicarakan dalam cerita
 Sosok perempuan yang kehidupannya tergoyah karena pengaruh hukum adat di tempat dia tinggal
Bukti   : “ Eh Rasus. Mengapa kau menyebut hal-hal sudah lalu? Aku mengajukan permintaan itu sekarang. Dengar rasus, aku akan berhenti menjadi ronggeng karena aku ingin menjadi istri seorang tentara. Engkaulah orangnya.” (RDP: 63)
             “............. bahkan lebih dari itu. Aku akan memberi kesempatan kepada pedukuhanku yang kecil itu kembali kepada keasliannya. Dengan menolak perkawinan yang ditawarkan Srintil, aku memberi sesuatu yang paling berharga bagi Dukuh Paruk: Ronggeng!” (RDP :64)
            B.     Alur : Jalan cerita
            Maju, mundur, gabungan
·         Bukti alur Maju          : “ Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk keluar halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih senang bergulung dalam kain sarung, tidur di atas balai-balai bambu. Mereka akan bangun esok pagi bila sinar matahari menerobos celah dinding dan menyengat diri mereka.” (RDP:7)
Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum Srintil berhak menyebut dirinya seorang ronggeng yang sebenarnya. (RDP: 43)
·         Bukti alur mundur      : “ Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman terpencil itu lengang, amat lengang.” (RDP:11)
·         Bukti alur gabungan: “ Dukuh Paruk dengan segalan isinya termasuk cerita Nenek itu hanya bisa ku rekam setelah aku dewasa. Apa yang ku alami sejak anak-anak kusimpan dalam ingatan yang serba sederhana.” (RDP:17)
           “ Lebih baik sekarang kuhadapi hal yang lebih nyala. Srintil sudah menjadi Ronggeng di  Dukuh Paruk.” (RDP:19)
          “Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman.” (RDP: 64)
          “ Sebagai laki-laki usia dua puluh tahun, aku hampir dibuatnya menyerah.”   (RDP:63)
Tahap-tahap alur perkembangan alur secara rinci terdiri dari lima bagian sebagai berikut.
1) Perkenalan
Menceritakan tentang kehidupan rasus dan srintil ketika masih kecil yang harus di tinggal oleh kedua orang tua mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek yang menimpa warga Dukuh Paruk. Kemudian pada bab kedua menceritakan perihal kematian Emak rasus dan kehidupan Ki Secamenggala, dalam bab dua emak rasus, nenek rasus, kartareja, Nyai kartareja diperkenalkan. Dalam bab ketiga membicarakan tentang sayembara bukak klambu, bab ini Dower dan Sulam diperkenalkan. Pada bab keempat tokoh utama dibicarakan, dalam bab ini Sersan slamet dan Kopral Pujo diperkenlakan.
2) Timbulnya Konflik
Konflik utama Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu malapetaka keracunan tempe bongkrek yang membunuh sebagian masyarakat Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh paruk yang terakhir serta penabuh gendang. Munculnya konflik lain ditandai ketika srintil mulai menjadi ronggeng baru, saat itu kehidupan srintil mulai berubah. Dari yang dulunya sering bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak ada waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu Rasus mulai renggang dengan srintil, wanita yang disukainya.
3)Peningkatan konflik
Konflik meningkat pada bab dua dan tiga. Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada bab tiga, yaitu ketika srintil harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi seorang ronggeng, syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu. Sebuah syarat yang akan menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan kebencian yang mendalam bagi rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh paruk.
4)Klimaks
Puncak permasalahan terjadi ketika srintil telah menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk. Itu tandanya srintil menjadi milik orang banyak dan rasus sebagai seorang laki-laki yang menyukainya harus merelakan.
5)Pemecahan masalah atau Penyelesaian
Penyelesaian bagian pertama novel RDP yaitu ketika Rasus pergi meninggalkan Dukuh. Rasus merasa dukuh paruk bertindak semena-mena dan hanya menciptakan kesengsaraan baginya. Sebagai seorang anak yang menghubungkan diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat noda dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan. Pilihan-pilihan itulah yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang Srintil, asal-usul ibunya, dan juga tujuan hidupnya.
Berdasarkan tahap-tahap alur yang diuraikan di atas dapat disimpulkan alur yang terdapat dalam novel RDP buku pertama Catatan Buat Emak menggunakan alur campuran.

           C.       Tokoh    : Orang yang berperan dalam cerita
               1.      Rasus                                                         9. Nenek Rasus
               2.      Warta                                                        10.  Santayib (Ayah Srintil)       
               3.      Dursun                                                      11. Istri Santayib (Ibu Srintil)
               4.      Srintil                                                        12. Dower
               5.      Sakarya ( Kakek Srintil)                             13. Sulam
               6.      Ki Secamenggala                                       14. Siti
               7.      Kartareja dan Nyai Kartareja                    15. Sersan Slamet
               8.      Sakum                                                       16. Kopral Pujo

          D.      Penokohan/Watak: Sifat pemain dalam sebuah novel
          1.      Rasus              : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani
·         Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
·         Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.” (RDP:49)
·         Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh Paruk......” (RDP:47)
·         Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (RDP:61)
          2.      Warta             : bersahabat, perhatian dan penghibur
·         Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
·         Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.” (RDP:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (RDP:37)
         3.      Dursun                        : bersahabat
·         Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
         4.      Srintil              : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa
·         Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.” (RDP:4)
·         Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.” (RDP:10)
·         Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku, menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (RDP:38)
·         Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (RDP:53)
           5.      Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
·         Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (RDP:8)
·         Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan cara memperdagangkan Srintil.” (RDP:63)
         6.      Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
·         Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (RDP:27)
         7.      Kartareja dan Nayi Kartareja : mistis, egois
·         Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.”(RDP::9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-aba....” (RDP:26)
          8.      Sakum              : hebat
·         Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama pagelaran ronggeng.” (RDP:9)
          9.      Nenek Rasus    : linglung
·         Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (RDP:62)
         10.  Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
·         Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (RDP:12)
·         Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua,  asu buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......” (RDP:15)
         11.  Istri Santayib     : Keibuan, prihatin
·         Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.” (RDP:12)
·         Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita, kang?” (RDP:16)
         12.  Dower               : mengusahakan segala macam cara
·         Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (RDP:34) “Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau menerimanya.” (RDP:41)
         13.  Sulam                : penjudi dan berandal, sombong
·         Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (RDP:42)
·         Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (RDP:42)
         14.  Siti                     : alim
·         Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus) (RDP:50)
          15.  Sersan Slamet   : penyuruh, tegas
·         Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (RDP:54)
·         Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (RDP:55)
          16.  Kopral Pujo : penakut
·         Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada aku......” (RDP:60)
         E.   Latar
             1. Latar Waktu   : Waktu terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita                    
·         Sore hari
 Waktu ini tergambar dari kutipan berikut.
 Ketiganya patuh. Ceria di bawah pohon nagnka itu belanjut sampai matahari   menyentuh garis cakrawala (RDP: 14).
Kutipan diatas menceritakan tentang Rasus, Darsun, dan warta ketika mengiringi srintil menari hingga sore hari. Pengarang menggambarkan waktu ini dengan bahasa yang sederhana yaitu “matahari menyentuh garis cakrawala”.
·         Tengah malam
Waktu tengah malam tergambar dari kutipan berikut.
Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946 (RDP:21).
Kutipan diatas mengambarkan malam sebelum terjadinya keracunan tempe bongkrek yang dialami masyarakat Dukuh Paruk. Waktu yang ditegaskan dalam kutipan di atas adalah tengah malam, yang mana waktu tersebut menjadi latar waktu dalam novel ini
·         Tengah hari (Siang)
Latar waktu tengah hari terlihat dalam kutipan berikut.
Namun semuanya berubah menjelang tengah hari. Seorang anak berlari-lari dari sawah sambil memegangi perut (RDP: 24)
Kutipan di atas menegaskan bahwa racun dalam tempe bongkrek mulai bereaksi ketika tengah hari dimana setelah masyarakat Dukuh Paruk selesai melakukan aktivitas di sawah. Dalam kutipan tersebut latar waktu yang terjadi tengah hari.
·         Pagi
Latar waktu pagi digambarkan dalam kutipan berikut.
Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis khatulistiwa. Angin tenggara tidak lagi bertiup (RDP:44)
Kutipan di atas merupakan salah satu latar dalam novel RDP ketika waktu pagi, yang menggambarkan waktu pagi telah terasa.
·         Malam hari
Waktu malam hari tergambar dari kutipan berikut.
Karena gelap aku tak dapat melihat dengan jelas.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa waktu terjadinya ketika malam hari. Dengan adanya kata gelap yang memperjelas latar waktu tersebut.
Latar waktu yang disebutkan di atas merupakan waktu yang terdapat dalam novel RDP, sebenarnya dari latar waktu tersebut ada yang lebih dari satu. Tapi penulis hanya mengambil salah satu sebagai perwakilan.
      2.      Latar Tempat     : Tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita
Novel RDP berlatar utama di pendukuhan yang bernama Dukuh Paruk. Latar tempat ini terlihat dalam kutipan berikut.
Dua pululuh tiga rumah berada di pendukuhan itu, di huni oleh orang-orang seketurunan. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya (RDP: 10)
Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa latar tempat di dalam rumah novel RDP terjadi di Dukuh Paruk sedangkan latar tempat di luar rumah tidak ditemukan dalam novel. Adanya dua puluh tiga rumah di pendukuhan menggambarkan bahwa Dukuh Paruk merupakan pemukiman kecil yang keberadaannya ditempat terpencil. Latar utama yang terjadi di Dukuh paruk memunculkan latar pendukung. Hal ini terdapat dalam latar berikut.
·         Di tepi kampong
Di tepi kampung ini menjadi latar rasus dan temannya Darsun dan Warta mencabut        batang singkong yang menjadi cerita pertama yang terdapat dalam novel (RDP: 10).
·         Di pelataran yang membatu di bawah pohon nangka
Tempat tersebut merupakan tempat srintil sering bermain dengan mendedangkan lagu kebanggan para ronggeng. Selain itu di bawah pohon nangka srintil sering menari dan bertembang (RDP: 13).
·         Di halaman rumah Kartareja
Tempat ini menjadi bagian dari upacara sacral yang dipersembahkan kepada leluhur Dukuh Paruk sebelum menuju pekuburan dukuh paruk (RDP: 45)
·         Di Pekuburan Ki Secamenggala
Latar ini syarat srintil untuk menjadi seorang ronggeng yaitu srintil melakukan upacara pemandian di pekuburan ki secamenggala (RDP: 46)
·         Pasar Dawuan
Tempat ini adalah tempat yang dituju rasus ketika meninggalkan Dukuh paruk. Hal ini secara implicit terdapat dalam kutipan berikut.
“Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan, aku menganggap nilai-nilai yang kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku pula di semua tempat (RDP: 84).”.
·         Di Hutan
Tempat ini menjadi tempat berburu Rasus, Sersan slamet dan Kopral Pujo (RDP: 95)
·         Di Rumah Sakarya
Latar ini menjadi tempat pertama yang di datangi oleh perampok ketika ingin merampok harta milik srintil, tapi saat itu srinti sedang berada di rumah kartareja, hingga akhirnya perampok berbelok ke rumah kartareja (RDP: 101)
·         Di Beranda Rumah Nenek Rasus
Tempat ini menggambarkan ketika rasus pulang kerumah neneknya ketika dia selesai menangkap perampok yang ada di Dukuh Paruk, tapi kemudian di kembali menjadi tobang (RDP: 103)
         3.     Latar Suasana                        : Suasana yang terjadi dalam sebuah cerita
         Ceria “ Ketiganya patuh, ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai matahari menyentuh garis cakrawala.” (RDP:7)
          terkesima “ penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit....” (RDP:10)
          panik “ Dalam haru-biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai di teriakkan orang.” (RDP:13)
          F.     Sudut Pandang                     : Pembawaan suatu cerita
              Berdasarkan beberapa pandangan tentang pusat pengisahan, dapat diperoleh gambaran bahwa ada beberapa kemungkinan yang dapat dipergunakan oleh pengarang dalam menceritakan ceritanya melalui pusat pengisahan, seperti halnya dalam novel RDP pada bagian pertama menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
        Ia merasa srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh Paruk. Rasus cemas tidak bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Tetapi Rasus tak berkata apapun. (RDP: 20)
          Pengarang dalam kutipan di atas ikut terlibat dalam cerita sekaligus sebagai pengamat. Penggunaan orang ketiga dalam novel ini dapat dikatakan logis, dalam gaya penceritaan orang ketiga serta serba tahu karena pengarang berada di luar cerita, pengarang mengetahui batin tokoh utama, seperti tokoh Rasus ketika menyaksikan pentas menari srintil. Pengarang seperti ikut merasakan apa yang dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati Rasus.
Sedangkan pada bagian kedua sampai seterusnya ditampilkan dengan Sudut pandang orang pertama pelaku utama, yaitu Rasus yang di sebut “aku”. “Aku” yang bercerita dalam novel RDP mempunyai dua kemungkinan. Pertama, “aku” pencerita yang berkedudukan sebagai pengarang yang menyusun cerita. Kedua, “aku” tokoh utama yang mempunyai kedudukan yang dominan pada cerita.
Penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama terlihat jelas dalam kutipan berikut. Aku mengenal dengan sempurna setiap sudut tersembunyi di Dukuh paruk. Ketika kartareja bercakap-cakap dengan Dower, aku mendengarnya dari balik rumpun pisang di luar rumah. (RDP: 59-60)
       Pada kutipan di atas ditunjukkan dengan tidak adanya komentar pengarang dalam cerita. Tokoh utama bercerita tentang dirinya sendiri melalui tingkah laku yang diperankannya. Disamping itu, dari pemahaman tokoh aku tentang Dukuh Paruk memperkuat dugaan sedut pandang pada bab dua sampai empat menggunakan orang pertama pelaku utama.
        G.       Gaya bahasa             : Ciri-ciri pembawaan bahasa yang terdapat dalam cerita
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat bahasa jawa dan mantra-mantra jawa.
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
(RDP:10)
      
        H.       Amanat                     : Pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca
      Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu!
 Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang terhadap pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga novel ini muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang yang menggambarkan keadaan di masa itu.
2.     Unsur Ekstrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
  1.  Nilai dan Moral
Nilai yang terkandung dalam novel RDP yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyatrakat, peradaban, atau kebudayaan. Hal ini secara eksplisit disampaikan pengarang sebagaimana tampak pada kutipan berikut.
Orang-orang yang sudah berkumpul hendak melihat Srintil menari mulai gelisah. Mereka sudah begitu rindu akan suara calung. Belasan tahun lamanya mereka tidak melihat pagelaran ronggeng. (RDP: 19)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Dukuh Paruk begitu erat dengan budaya pertunjukkan ronggeng. Adanya ronggeng merupakan pemersatu masyarakat yang ada di Dukuh Paruk. Nilai budaya yang terdapat dalam novel juga sangat erat dengan adat yang ada di Dukuh paruk.
Sedangkan moral yang terdapat dalam novel RDP yaitu moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran adat yang menguasai peputaran manusia atau disebut moral terapan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
Di belakangku Dukuh Paruh diam membisu. Namun segalanya masih utuh di sana: keramat Ki Secamenggala, kemelaratan, sumpah serapah, irama calung, dan seorang ronggeng. (RDP: 107)
Melalui kutipan di atas pengarang melukiskan kehidupan masyarakat yang masih berada dalam alam pikiran mitis, miskin, longgar tatanan moralnya, dan ronggeng. Tingkah laku masyarakat Dukuh Paruk yang biasa dengan sumpah serapah mencerminkan kebiasaan yang dinilai tidak baik. Sehinggan moral yang terdapat dalam novel RDP banyak membahas tentang bentuk moral etika, yaitu membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
a.          Keagamaan (relegius)
Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya
b.          Kebudayaan
Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang
  2.     Unsur Sosial
      Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk
      Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup yang pernah terekam dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan PKI. Tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsanya. Banyak orang yang menyuarakan tentang demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan sangat sering terusik/ terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang berbicara tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.

3.       Unsur Politik .
Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak pengarang, karena pengarang merasa sangat prihatin terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir September 1965.
4.       Unsur Ekonomi.
Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah mengenai masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh Paruk”. Ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.
5.      Latar belakang pengarang
Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah kesusastraan Indonesia. Dari karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari langgeng dan cepat nempel di kalangan pembaca. Tema keislaman, dan nilai kehidupan kesederhanaan. Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu bibel Ahmad Tohari. Dengan hadirnya serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara kesusastraan bertema lokal. Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng dan filosofinya menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-orang yang satu daerah asalnya.
C. PENUTUP
Secara analisis, novel Ronggeng dukuh Paruk dapat menambah pemahaman kepada pembaca dalam menemukan unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik cerpen. Unsur novel Ronggeng Dukuh Paruk yang dianalisi yaitu tema, latar, penokohan dan perwatakan, alur, sudut pandang,amanat atau pesan, gaya bahasa,nilai moral, keagamaan, kebudayaan, unsure social, unsure politik, unsure ekonomi, dan latar belakang pengarang.
Tema pokok dalam RDP, yaitu pertentangan antara keramat Ki Secamenggala dengan kaum terpelajar. Latar yang terjadi di Dukuh paruk. Tokoh utama Rasus dan tokoh pembantu utama Srintil. Alur yang terjadi alur campuran dengan menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama.