Selasa, 15 November 2016

ANALISIS BAKO




TUGAS
PENGANTAR PENGKAJIAN KESUSASTERAAN
ANALISIS NOVEL BAKO
KARYA :DARMAN MOENIR


OLEH:

ATILA SHELA YOLANDA
16017040
DOSEN : DR.YENNI HAYATI M.HUM


SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016




A.UNSUR INSTRINSIK
1. Tema         
            Konflik kepribadian yang dialami oleh tokoh ibu yang menjalani kehidupan tidak sesuai dengan tatanan adat dalam masyarakat Minangkabau. Ibu yang semula tidak bisa memenuhi tuntutan dalam diri dan kebudayaan pada akhirnya mengalami konflik dan berlanjut menjadi depresi. Sebagai seorang perempuan yang mengalami depresi, ia tidak bisa berperilaku dan berinteraksi dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat di kampung suaminya         

2  Tokoh dan Penokohan
a.    Man
·         Penyakitan “sering sakit-sakitan dan tak terurus”
·         Keras kepala “tapi uang ibu ada,desakku.Berilah aku bu,pintaku sekali lagi”
·         Cerdas “tidak pernah aku tinggal kelas,sering mendapatkan kedudukan juara,malah suatu kali mendapat juara umum”
·         Tidak menerima kenyataan “jika diketahui olh sahabat-sahabatku ibuku sakit saraf”
        
         b. Ayah
·         Berani “ayah tidak menghiraukan,dan membawa istrinya kerumah orang tuanya”
·         Bertanggung jawab “merasa sudah berhutang budi dan bertanggung jawab karna telah menikahi ibu”
·         Arif “bagaimnapun ia adalah istriku”
·         Penyanyang “aku amat menyanyangi kau sebagaimana aku menyanyangi ibu kau dan aku sendiri”
      c.   Ibu
·         penyanyang “untuk cinta dan kasih sayang ia mengorbankan dirinya dengan jalan meninggalkan orang tuanya di P”
·         tidak mau di ganggu “ia tak ingin mengganggu dan tidak ingin pula di ganggu”
·         bersih “adakalanya ia akan balik kepincuran jika ada cucian yang dikira belum bersih”
·         gila “entah lah gila,jawabnya tertawa.Barisan giginya yang tak terawat itu kembali terlihat jelas”
       
         d.  Nenek
·         perhatian “memperhatikan anak-anaknya secara baik dan wajar”
       
         eUmi
·         terpandang “di kampung umi adalah seorang yang terpandang  dan disegani”
·         taat agama”bukankah agama kita telah memberi petunjuk yang jelas tentang bagaimana menata masyarakat,tidak saja akhirat melainkan dunia.dan aku amat yakin”
·         penakut “umi telah lari kesudut rumah jadi gemetar dan tubuh menggigil”
        
         f.  Bak tuo
·         Pencuri “padahal ia baru saja melakukan pencurian pada siangnya”
·         Pemarah “hai kau tak berotak,balas pak tuo tak kalah garang dengan suara yang lebih tinggi”
·         Penjudi “ sembayang tidak,puasa tidak,kerja terus saja berjudi”
         
        g. Gaek
·         Baik hati “apa lagi ? tanyanya sebelum pulang kerumah,ia sudah membelikan segala keperluan “Hati mulia “ia tahu diri,bukan rendah hati.ia mengetahui dirinya pendatang namun tidak harus menjadi seorang yang bersifat rendah hati sebagai orang pendatang “
·         Rajin “kalau tidak ada gaek,tidak mungkin semua tumpak sawah itu tertanami”

h. Suami
·         rajin dan tak kenal lelah “pagi-pagi bangun suamiku langsung mengambil air wudhu, kadang kepancuran tetapi lebih sering dirusuk rumah saja”.
           
3  Sudut pandang     
a. sudut pandang ketiga serba tahu “ia menggesek biola,sering sehabis melakukan tugasnya sebagai seorang guru SR atau sekarang di sebut SD”
b. sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama “aku betul-betul tidak mengerti suasana ketika ayahku diangkat sebagai seorang guru di daerah Rudah
c. sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat “ sesudah shalat ia langsung ke dapur”

4.  Latar
  a. Latar tempat       
·         Di P “ketika kami sekolah di P aku mengetehui ibumu amat gemar menyanyikan lagu seriosa”
·         Di kampung “bersama ibu,aku di tinggalkan dikampung untuk waktu yang tak terbatas”  
·         Daerah R “aku betul-betul tidak mengerti suasana ketika ayahku diangkat sebagai seorang guru di daerah R”
·         Di SSRI negeri P “aku sudah berada di SSRI negeri P”
·         Halaman “ibuku pergi ke halaman dan meninggalkanku seorang diri”
·         Di pinggang gunung “di kampung,dipinggang gunugng memang disanalah aku diasuh dan dibesarkan”
·         Di masjid “ ia selalu sholat subuh di mesjid”
·         Ladang “pada hari minggu, acap kami bersama-sama ke ladang
·         Kampung G “minggu kedua setelah berdinas di kapung G ayahku membawaku dan aku kesana”
·         Padang “penulis menuliskan tempat cerita di bagian akhir buku”

  b.  Latar waktu      
·         Siang hari  “tidak langsung makan siang atau shalat zuhur melainkan berancak dekat almari dan mengambil biolanya”
·         Tahun 1926 “sebuah bangun yang dibangun sesudah gema dahsyat di PP pada tahun 1926”
·         Pagi hari “pagi hari,aku berjalan kesekolah datang lebih awal dari kawan-kawan”
·         Menjelang malam  “memjelang malam menjadi larut,dengan matanya yang kian rabun umiku masih berupaya mendengungkan ayat-ayat tuhan”
·         Malam “ aku disuruhnya tidur ketika malam telah kian larut juga”
·         Seminggu “ satu pekan atau sepuluh hari setelah pertengkaran, bak tuo tak pernah datang”
·         Tahun 1978,1979,1980 “terlihat pada bagian akhir cerita penulis menuliskan tahun “

5. Alur
·         alur maju “biola tua itu kini kian hari kian berdebu “
·         alur mundur
“ayahku berkisah,setelah tamat SMA di P ia ke kampung”
“tak lupa ia menjelaskan,aku mempunyai seorang paman tetapi meetap di daerah J”
“dulu,ujar umi.ia mempunyai keluarga yang amat miskin sedih aku melihatnya”

6. Amanat
Jangan menikahi seorang wanita ketika belum mempunyai pekerjaan yang tepat sehingga ketika baru punya anak di tinggalkan suami bekerja membuat sang istri di bicarakan oleh masyarakat karna tinggal di rumah mertuanya dengan lingkungan kritis
Harus menerima semua yang telah terjadi dengan hati tentram dan damai,sehingga tidak ada yang berduka atau berhati iba yang membuat perbuatan menjadi sia-sia.

7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam novel “BAKO” menggunakan bahasa indonesia.namun, bahasa menandai warna lokal mudah sekali ditemui. Pengarang menyelipkan beberapa kata atau pepatah Minangkabau ke dalam roman. Semua ini untuk menonjolkan budaya Minang  tersebut “Hai,tumbuang !waang anak urang manumpang,pandai-pandai pulo mampagarahkan anak urang lain”. Dan menggunakan majas personifikasi karena kalimat bahasanya santai.
B.UNSUR EKSTRINSIK
             1.  Latar belakang Pengarang
      Darman Moenir adalah satu dari sekian banyak sastrawan Indonesia yang berasal dari Sumatera dan kini bermukim di Padang. Novel “Bako” adalah satu dari sekian karya Darman Moenir yang terkenal dan meraih beberapa penghargaan. Ingin mengenal lebih jauh sosok Darman Moenir ? Sastrawan yang pernah mendapatkan penghargaan Hadiah Utama Sayembara Mengarang Roman DKJ (1980); Pemenang Kedua Sayembara Novel Majalah Kartini (1987) dan Hadiah Sastra dari Pemerintah Republik Indonesia (1992).
Darman Moenir lahir di Sawah Tangah, Batu Sangka, Sumatera Barat, pada 27 Juli 1952, anak dari pasangan Moenir dan Sjamsidar. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia (SMSRI) Negeri, melanjutkan ke Akademi Bahasa Asing (ABA), menamatkan Jurusan Bahasa Inggris, 1974. Pernah kuliah lima semester di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Bung Hatta tetapi menyelesaikan Program D4, Jurusan Bahasa Inggris, Sekolah Tinggi Bahasa Asing Prayoga, 1989. Semua di Kota Padang.
Dari pernikahannya dengan Dra Hj Darhana Bakar, Darman Moenir dianugrahi tiga putra, Haiyyu D. Moenir, S.I.P., M.Si., Abla D. Moenir (alm.), Hoppla D. Moenir dan tiga putri, Tahtiha D. Moenir, S.S., Tastafti D. Moenir, S.Pi. dan Asthwa D. Moenir.
Darman Mulai menulis di usia 18, memimpin Grup Studi Sastra Krikil Tajam (1973), ikut mengasuh Grup Bumi bersama Wisran Hadi, dll. (1976). Karya-karyanya, antara lain, dimuat Majalah Horison, Kalam, Panji Masyarakat, Pertiwi, Kartini, Tabloid Nova, Harian Indonesia Raya (alm.), Kompas, Pelita, Sinar Harapan (alm.), Suara Pembaruan, Suara Karya, Media Indonesia, Sinar Pagi, Republika, Jurnal Nasional, Analisa (Medan) Berita Minggu (Singapura) dan surat-suratkabar terbitan Padang.
Menulis puisi, cerpen, novel, esei, mengerjakan terjemahan. Kumpulan puisinya Kenapa Hari Panas Sekali? (diterbitkan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam, sekolah mendiang Engku M. Sjafei). Beberapa sajaknya masuk dalam Tonggak 4, Antologi Puisi Indonesia Modern (ed. Linus Suryadi A.G.). Cerpennya dimuat dalam antologi Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (Kuala Lumpur, 1991, ed. Suratman Markasan). Satu eseinya dimuat dalam Asian Writers on Literature and Justice (Manila, 1982).
Novel Bako yang ditulis Darman Moenir memenangkan Hadiah Utama Sayembara Mengarang Roman DKJ 1980, diterbitkan Balai Pustaka (1983). BP juga menerbitkan novel Dendang (1988). Aku Keluargaku Tetanggaku meraih Hadiah II Sayembara Novel Kartini 1986, diterbitkan BP (1993). Gumam, novel pertamanya yang mendapat rekomendasi DKJ 1976, diterbitkan CV 28 28, Padang (1984). Novel yang lain adalah Riak (1977, belum terbit) dan Krit & Sena (2003, belum terbit). Novel Andika Cahaya diterbitkan Akar Indonesia (2012). Dan novel Paco-paco (2012, belum terbit). Dua novel kepahlawanan untuk bacaan anak-anak, Surat dari Seorang Prajurit 45 kepada Cucunya dan Di Lembah Situjuah Batua diterbitkan Angkasa Raya (1992). Dengan pengantar H.B. Jassin, kumpulan cerpennya, Jelaga Pusaka Tinggi, diterbitkan Angkasa Bandung (1997). Dan dengan individual grant dari The Ford Foundation, 1987, mengadakan penelitian tentang tambo Minangkabau untuk ditransliterasi dari aksara Arab ke Latin dan diterjemahkan dari bahasa Minangkabau ke Indonesia. Menerjemahkan dari bahasa Inggris ke Indonesia, antara lain, novel Negeri Hujan, nominasi Hadiah Nobel Sastra, karya Pira Sudham (Thailand), diterbitkan Yayasan Obor Indonesia.
2. Sosial budaya        
Suatu karya sastra akan mencerminkan aspek sosial budaya suatu daerah tertentu. Hal ini berkaitan dengan warna daerah. Sebuah novel “BAKO”, warna daerah memiliki corak tersendiri yang membedakannya dengan yang lain. Beberapa karya sastra yang mengungkapkan aspek sosial budaya:Bako Karya Darman Moenir mengungkapkan kehidupan Suku Minangkabau di Sumatera Barat.   

3. Nilai yang terkandung
         a.       Nilai sosial budaya
 Sikap masyarakat untuk menolak perkawinan mereka ikut menghancurkan kewarasan jiwa Ibu pembawa cerita dan menciptakan banyak kesulitan bagi si "aku" dan Bapaknya, meskipun keluarga bapak si "aku" jauh lebih maju dan toleran tentang soal-soal keturunan. Pada akhir novel itu, si "aku" sangat berharap supaya warga kampung bakonya akan bersikap lebih maju dan punya pengertian yang lebih masuk akal
“mungkinkah ini cerminan sikap budaya lingkungan mereka?akan tetapi cara lama yang mereka taati memang sudah dalam pergeseran”
         b.      Nilai moral
Tanggung jawab “ayah ku ingin melanjutkan tanggung jawab yang sudah mulai diteruskannya,salah satu unsur untuk bertanggung jawab adalah harus dapat menyangga kehidupan sebuah rumah tangga”
“aku ingin mereka berbuta lebih maju dalam pengertian yang lebih masuk akal,tidak terikat oleh norma-norma lama yang ternyata kuno sekali”
         c.       Nilai agama
“aku engan cepat membaca al-quran bahkan kemudian pada musabaqag tilawatil quran yang diselenggarakan di mesjid di setiap bulan ramadhan aku pernah jadi pemenang”
 “shalat adalah hubungan manusia dengan tuhannya,kalaupun aku tidak bersalat,maka aku menanggung dosanya”
“ia belajar mengaji dan membaca al-quran”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar