TUGAS
ANALISIS NOVEL
“RONGGENG DUKUH PARUK”
KARYA AHMAD
TOHARI
OLEH
ATILA SHELA
YOLANDA
16017040
DOSEN : DR.
YENNI HAYATI M.HUM
SASTRA
INDONESIA
BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2016
A.Pendahuluan
Karya sastra
lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengantar serta
refleksinya terhadap gejala-gajala sosial di sekitarnya. Pengarang
mencoba menghasilkan pandangan dunianya tentang realitas sosial di sekitarnya
untuk menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan
masyarakat tertentu.
. Novel karya Ahmad
Tohari dengan tema budaya yang berseting perjuangan hidup seorang perempuan
berhasil diselesaikan, novel tersebut berjudul “ Ronggeng Dukuh Paruk”.
Novel ini berlatarbelakang tentang sebuah kebudayaan di daerah tertentu.
Bagaimana pengaruh kebudayaan itu bagi masyarakat. Disamping itu, novel ini
menjadi sebuah refleksi bagi kehidupan bermasyarakat, yaitu dipergunakan
sebagai literatur dengan pesan-pesan yang ada di dalamnya.
Pesan yang berusaha
digarap oleh pengarang. Novel yang bertema kebudayaan merupakan satu dari
trilogi yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel ini mengambil cerita tentang
seorang ronggeng dengan kehidupannya dan bagaimana dia di dalam masyarakat.
Perjuangan seorang perempuan di dalam meniti pilihan hidupnya.
B.Pembahasan
Ronggeng
Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang ronggeng
yang bernama Srintil. Novel ini berlatar tempat di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk
merupakan sebuah kampung terpencil yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Dawuhan. Sedangkan, latar waktunya adalah sekitar tahun 1965-an.
1. Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh
Paruk
A. Tema : Masalah yang dibicarakan dalam cerita
Sosok perempuan
yang kehidupannya tergoyah karena pengaruh hukum adat di tempat dia tinggal
Bukti : “ Eh
Rasus. Mengapa kau menyebut hal-hal sudah lalu? Aku mengajukan permintaan itu
sekarang. Dengar rasus, aku akan berhenti menjadi ronggeng karena aku ingin
menjadi istri seorang tentara. Engkaulah orangnya.” (RDP: 63)
“............. bahkan lebih dari itu. Aku akan
memberi kesempatan kepada pedukuhanku yang kecil itu kembali kepada
keasliannya. Dengan menolak perkawinan yang ditawarkan Srintil, aku memberi
sesuatu yang paling berharga bagi Dukuh Paruk: Ronggeng!” (RDP :64)
B. Alur : Jalan cerita
Maju, mundur, gabungan
·
Bukti alur Maju :
“ Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk keluar halaman.
Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih senang bergulung dalam
kain sarung, tidur di atas balai-balai bambu. Mereka akan bangun esok pagi bila
sinar matahari menerobos celah dinding dan menyengat diri mereka.” (RDP:7)
Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat
Dukuh Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum
Srintil berhak menyebut dirinya seorang ronggeng yang sebenarnya. (RDP: 43)
·
Bukti alur mundur :
“ Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil
basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman
terpencil itu lengang, amat lengang.” (RDP:11)
·
Bukti alur gabungan: “ Dukuh Paruk dengan segalan
isinya termasuk cerita Nenek itu hanya bisa ku rekam setelah aku dewasa. Apa
yang ku alami sejak anak-anak kusimpan dalam ingatan yang serba sederhana.” (RDP:17)
“
Lebih baik sekarang kuhadapi hal yang lebih nyala. Srintil sudah menjadi Ronggeng di Dukuh Paruk.” (RDP:19)
“Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak
aman.” (RDP: 64)
“
Sebagai laki-laki usia dua puluh tahun, aku hampir dibuatnya menyerah.” (RDP:63)
Tahap-tahap alur perkembangan alur secara
rinci terdiri dari lima bagian sebagai berikut.
1) Perkenalan
Menceritakan tentang
kehidupan rasus dan srintil ketika masih kecil yang harus di tinggal oleh kedua
orang tua mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek yang menimpa warga
Dukuh Paruk. Kemudian pada bab kedua menceritakan perihal kematian Emak rasus
dan kehidupan Ki Secamenggala, dalam bab dua emak rasus, nenek rasus,
kartareja, Nyai kartareja diperkenalkan. Dalam bab ketiga membicarakan tentang
sayembara bukak klambu, bab ini Dower dan Sulam diperkenalkan. Pada bab
keempat tokoh utama dibicarakan, dalam bab ini Sersan slamet dan Kopral Pujo
diperkenlakan.
2) Timbulnya Konflik
Konflik utama Ronggeng Dukuh Paruk,
yaitu malapetaka keracunan tempe bongkrek yang membunuh sebagian masyarakat
Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh paruk yang terakhir serta penabuh
gendang. Munculnya konflik lain ditandai ketika srintil mulai menjadi ronggeng
baru, saat itu kehidupan srintil mulai berubah. Dari yang dulunya sering
bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi setelah menjadi ronggeng dia sudah
tidak ada waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu Rasus mulai renggang dengan
srintil, wanita yang disukainya.
3)Peningkatan konflik
Konflik meningkat pada bab dua dan tiga.
Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada bab tiga, yaitu ketika srintil
harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi seorang ronggeng, syarat terakhir
yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu. Sebuah syarat yang akan
menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan kebencian yang
mendalam bagi rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh paruk.
4)Klimaks
Puncak permasalahan terjadi ketika srintil
telah menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk. Itu tandanya srintil menjadi milik
orang banyak dan rasus sebagai seorang laki-laki yang menyukainya harus
merelakan.
5)Pemecahan masalah atau Penyelesaian
Penyelesaian bagian pertama novel RDP
yaitu ketika Rasus pergi meninggalkan Dukuh. Rasus merasa dukuh paruk bertindak
semena-mena dan hanya menciptakan kesengsaraan baginya. Sebagai seorang anak
yang menghubungkan diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat noda
dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan.
Pilihan-pilihan itulah yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang Srintil,
asal-usul ibunya, dan juga tujuan hidupnya.
Berdasarkan
tahap-tahap alur yang diuraikan di atas dapat disimpulkan alur yang terdapat
dalam novel RDP buku pertama Catatan Buat Emak menggunakan alur campuran.
C. Tokoh : Orang yang berperan
dalam cerita
1.
Rasus 9.
Nenek Rasus
2.
Warta 10. Santayib (Ayah Srintil)
3.
Dursun 11.
Istri Santayib (Ibu Srintil)
4. Srintil 12.
Dower
5.
Sakarya ( Kakek Srintil) 13. Sulam
6.
Ki Secamenggala 14. Siti
7.
Kartareja dan Nyai Kartareja 15. Sersan Slamet
8.
Sakum 16. Kopral Pujo
D. Penokohan/Watak: Sifat
pemain dalam sebuah novel
1.
Rasus : bersahabat,
penyayang, pendendam, pemberani
·
Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga
orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
·
Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan
emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.” (RDP:49)
·
Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban
balas dendamku terhadap Dukuh Paruk......” (RDP:47)
·
Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit
mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul
keberanianku” (RDP:61)
2.
Warta : bersahabat, perhatian
dan penghibur
·
Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga
orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
·
Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau
boleh sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah
ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.” (RDP:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada
yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun
merasa begitu terharu.” (RDP:37)
3. Dursun : bersahabat
·
Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga
orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)
4. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng,
agresif, Dewasa
·
Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang.
Srintil minta jaminan besok hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia
kembali bermain bersama.” (RDP:4)
·
Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ .......,
Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping
Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan
bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.” (RDP:10)
·
Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit
pun ketika Srintil merangkulku, menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (RDP:38)
·
Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan
uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.”
(RDP:53)
5.
Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
·
Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak
yang bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi
ulah cucunya sore tadi.” (RDP:8)
·
Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam
hati. “kamu si tua bangka dengan cara memperdagangkan Srintil.” (RDP:63)
6. Ki Secamenggala :
nenek moyang asal Dukuh Paruk
·
Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap.
Kakek Srintil itu percaya penuh Roh Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....”
(RDP:27)
7. Kartareja dan Nayi
Kartareja : mistis, egois
·
Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu
hal disembunykan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia
meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.”(RDP::9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar,
laki-laki itu memberi aba-aba....” (RDP:26)
8. Sakum : hebat
·
Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta
mampu mengikuti secata seksama pagelaran ronggeng.” (RDP:9)
9.
Nenek Rasus : linglung
·
Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua
nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya
kepadaku. Linglung dia.” (RDP:62)
10. Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab,
keras kepala
·
Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski
Santayiborang yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali
terjaga di Dukuh Paruk.....” (RDP:12)
·
Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh
Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang
kalian katakan beracun. Dasar kalian semua, asu buntung! Aku tetap segar
bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan
katakan tempeku mengandung racun......” (RDP:15)
11. Istri Santayib : Keibuan, prihatin
·
Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang
tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.” (RDP:12)
·
Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang.
Bersama siapakah nanti anak kita, kang?” (RDP:16)
12. Dower :
mengusahakan segala macam cara
·
Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada
dua buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih
ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (RDP:34) “Aku datang lagi kek. Meski bukan
sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau menerimanya.” (RDP:41)
13. Sulam :
penjudi dan berandal, sombong
·
Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga
kenal siapa Sulam adanya; anak seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski
sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (RDP:42)
·
Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang
menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah
ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (RDP:42)
14. Siti :
alim
·
Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan
gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak
senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus) (RDP:50)
15. Sersan Slamet : penyuruh, tegas
·
Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan
dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa
ke sebuah rumah....” (RDP:54)
·
Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami
tentara. Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet
tegas (RDP:55)
16. Kopral Pujo : penakut
·
Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan.
Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada aku......” (RDP:60)
E. Latar
1. Latar Waktu : Waktu terjadinya suatu peristiwa dalam
sebuah cerita
·
Sore hari
Waktu ini tergambar dari kutipan berikut.
Ketiganya patuh. Ceria di bawah pohon nagnka
itu belanjut sampai matahari menyentuh
garis cakrawala (RDP: 14).
Kutipan diatas menceritakan tentang Rasus, Darsun, dan
warta ketika mengiringi srintil menari hingga sore hari. Pengarang
menggambarkan waktu ini dengan bahasa yang sederhana yaitu “matahari menyentuh
garis cakrawala”.
·
Tengah malam
Waktu tengah malam tergambar dari kutipan berikut.
Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah
bersekolah, dia dapat mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah
malam, tahun 1946 (RDP:21).
Kutipan diatas mengambarkan malam sebelum terjadinya
keracunan tempe bongkrek yang dialami masyarakat Dukuh Paruk. Waktu yang
ditegaskan dalam kutipan di atas adalah tengah malam, yang mana waktu tersebut
menjadi latar waktu dalam novel ini
·
Tengah hari (Siang)
Latar waktu tengah hari terlihat dalam
kutipan berikut.
Namun semuanya berubah menjelang tengah
hari. Seorang anak berlari-lari dari sawah sambil memegangi perut (RDP: 24)
Kutipan di atas menegaskan bahwa racun
dalam tempe bongkrek mulai bereaksi ketika tengah hari dimana setelah
masyarakat Dukuh Paruk selesai melakukan aktivitas di sawah. Dalam kutipan
tersebut latar waktu yang terjadi tengah hari.
·
Pagi
Latar waktu pagi digambarkan dalam kutipan berikut.
Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis
khatulistiwa. Angin tenggara tidak lagi bertiup (RDP:44)
Kutipan di atas merupakan salah satu latar dalam novel
RDP ketika waktu pagi, yang menggambarkan waktu pagi telah terasa.
·
Malam hari
Waktu malam hari tergambar dari kutipan berikut.
Karena gelap aku tak dapat melihat dengan jelas.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa waktu
terjadinya ketika malam hari. Dengan adanya kata gelap yang memperjelas latar
waktu tersebut.
Latar waktu yang disebutkan di atas
merupakan waktu yang terdapat dalam novel RDP, sebenarnya dari latar waktu
tersebut ada yang lebih dari satu. Tapi penulis hanya mengambil salah satu
sebagai perwakilan.
2.
Latar Tempat : Tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah
cerita
Novel RDP berlatar utama di pendukuhan
yang bernama Dukuh Paruk. Latar tempat ini terlihat dalam kutipan berikut.
Dua pululuh tiga rumah berada di pendukuhan itu, di
huni oleh orang-orang seketurunan. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki
Secamenggala menitipkan darah dagingnya (RDP: 10)
Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa
latar tempat di dalam rumah novel RDP terjadi di Dukuh Paruk sedangkan latar
tempat di luar rumah tidak ditemukan dalam novel. Adanya dua puluh tiga rumah
di pendukuhan menggambarkan bahwa Dukuh Paruk merupakan pemukiman kecil yang
keberadaannya ditempat terpencil. Latar utama yang terjadi di Dukuh paruk
memunculkan latar pendukung. Hal ini terdapat dalam latar berikut.
·
Di tepi kampong
Di tepi kampung ini menjadi latar rasus dan temannya
Darsun dan Warta mencabut batang
singkong yang menjadi cerita pertama yang terdapat dalam novel (RDP: 10).
·
Di pelataran yang
membatu di bawah pohon nangka
Tempat tersebut merupakan tempat srintil
sering bermain dengan mendedangkan lagu kebanggan para ronggeng. Selain itu di
bawah pohon nangka srintil sering menari dan bertembang (RDP: 13).
·
Di halaman rumah
Kartareja
Tempat ini menjadi bagian dari upacara sacral yang
dipersembahkan kepada leluhur Dukuh Paruk sebelum menuju pekuburan dukuh paruk
(RDP: 45)
·
Di Pekuburan Ki
Secamenggala
Latar ini syarat srintil untuk menjadi seorang
ronggeng yaitu srintil melakukan upacara pemandian di pekuburan ki secamenggala
(RDP: 46)
·
Pasar Dawuan
Tempat ini adalah tempat yang dituju rasus ketika
meninggalkan Dukuh paruk. Hal ini secara implicit terdapat dalam kutipan
berikut.
“Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan,
aku menganggap nilai-nilai yang kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku
pula di semua tempat (RDP: 84).”.
·
Di Hutan
Tempat ini menjadi tempat berburu Rasus, Sersan slamet
dan Kopral Pujo (RDP: 95)
·
Di Rumah Sakarya
Latar ini menjadi tempat pertama yang di datangi oleh
perampok ketika ingin merampok harta milik srintil, tapi saat itu srinti sedang
berada di rumah kartareja, hingga akhirnya perampok berbelok ke rumah kartareja
(RDP: 101)
·
Di Beranda Rumah Nenek
Rasus
Tempat ini menggambarkan ketika rasus pulang kerumah
neneknya ketika dia selesai menangkap perampok yang ada di Dukuh Paruk, tapi
kemudian di kembali menjadi tobang (RDP: 103)
3. Latar Suasana : Suasana yang terjadi
dalam sebuah cerita
Ceria “ Ketiganya patuh, ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai
matahari menyentuh garis cakrawala.” (RDP:7)
terkesima “ penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit....” (RDP:10)
panik “ Dalam haru-biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai di teriakkan
orang.” (RDP:13)
F.
Sudut Pandang :
Pembawaan suatu cerita
Berdasarkan beberapa pandangan tentang pusat
pengisahan, dapat diperoleh gambaran bahwa ada beberapa kemungkinan yang dapat
dipergunakan oleh pengarang dalam menceritakan ceritanya melalui pusat
pengisahan, seperti halnya dalam novel RDP pada bagian pertama menggunakan
sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
Ia
merasa srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh Paruk. Rasus cemas tidak
bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Tetapi Rasus
tak berkata apapun. (RDP: 20)
Pengarang dalam kutipan di atas ikut terlibat dalam cerita sekaligus
sebagai pengamat. Penggunaan orang ketiga dalam novel ini dapat dikatakan
logis, dalam gaya penceritaan orang ketiga serta serba tahu karena pengarang
berada di luar cerita, pengarang mengetahui batin tokoh utama, seperti tokoh
Rasus ketika menyaksikan pentas menari srintil. Pengarang seperti ikut
merasakan apa yang dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati Rasus.
Sedangkan pada bagian kedua sampai
seterusnya ditampilkan dengan Sudut pandang orang pertama pelaku utama, yaitu
Rasus yang di sebut “aku”. “Aku” yang bercerita dalam novel RDP mempunyai dua
kemungkinan. Pertama, “aku” pencerita yang berkedudukan sebagai pengarang yang
menyusun cerita. Kedua, “aku” tokoh utama yang mempunyai kedudukan yang dominan
pada cerita.
Penggunaan sudut pandang orang pertama
pelaku utama terlihat jelas dalam kutipan berikut. Aku mengenal dengan sempurna
setiap sudut tersembunyi di Dukuh paruk. Ketika kartareja bercakap-cakap dengan
Dower, aku mendengarnya dari balik rumpun pisang di luar rumah. (RDP: 59-60)
Pada
kutipan di atas ditunjukkan dengan tidak adanya komentar pengarang dalam
cerita. Tokoh utama bercerita tentang dirinya sendiri melalui tingkah laku yang
diperankannya. Disamping itu, dari pemahaman tokoh aku tentang Dukuh Paruk
memperkuat dugaan sedut pandang pada bab dua sampai empat menggunakan orang
pertama pelaku utama.
G. Gaya bahasa : Ciri-ciri pembawaan bahasa yang
terdapat dalam cerita
Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang
membingungkan, karena terdapat bahasa jawa dan mantra-mantra jawa.
Uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka negndi,
Teka saba tanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon,
Ora manis kaya putuku, Srintil
(RDP:10)
H.
Amanat : Pesan yang
disampaikan pengarang kepada pembaca
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan
oleh pengarang kepada pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah:
agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya
saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai
tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh
dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu,
segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia
dapat mencekam masa depanmu!
Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada
ketidak senangan atau kebencian pengarang terhadap pengkhianatanyang dilakukan
oleh PKI di akhir September 1965. sehingga novel ini muncul dan menjadi
penyuara kegetiran hati pengarang yang menggambarkan keadaan di masa itu.
2. Unsur Ekstrinsik Novel
Ronggeng Dukuh Paruk
1.
Nilai dan Moral
Nilai yang terkandung dalam novel RDP
yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan
suatu masyatrakat, peradaban, atau kebudayaan. Hal ini secara eksplisit
disampaikan pengarang sebagaimana tampak pada kutipan berikut.
Orang-orang yang
sudah berkumpul hendak melihat Srintil menari mulai gelisah. Mereka sudah
begitu rindu akan suara calung. Belasan tahun lamanya mereka tidak melihat
pagelaran ronggeng. (RDP: 19)
Kutipan di atas
menggambarkan bahwa Dukuh Paruk begitu erat dengan budaya pertunjukkan
ronggeng. Adanya ronggeng merupakan pemersatu masyarakat yang ada di Dukuh
Paruk. Nilai budaya yang terdapat dalam novel juga sangat erat dengan adat yang
ada di Dukuh paruk.
Sedangkan moral yang terdapat dalam novel
RDP yaitu moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran adat yang menguasai
peputaran manusia atau disebut moral terapan. Hal ini terdapat dalam kutipan
berikut.
Di belakangku Dukuh Paruh diam membisu.
Namun segalanya masih utuh di sana: keramat Ki Secamenggala, kemelaratan,
sumpah serapah, irama calung, dan seorang ronggeng. (RDP: 107)
Melalui kutipan di atas pengarang
melukiskan kehidupan masyarakat yang masih berada dalam alam pikiran mitis,
miskin, longgar tatanan moralnya, dan ronggeng. Tingkah laku masyarakat Dukuh
Paruk yang biasa dengan sumpah serapah mencerminkan kebiasaan yang dinilai
tidak baik. Sehinggan moral yang terdapat dalam novel RDP banyak membahas
tentang bentuk moral etika, yaitu membicarakan masalah perbuatan atau tingkah
laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak
baik.
a. Keagamaan (relegius)
Dalam
novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh Paruk
lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya
b.
Kebudayaan
Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan
seperti: menari, menyanyi sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang
2. Unsur Sosial
Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih
cenderung ke arah ronggeng. Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan
hubungan antar manusia lebih diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka,
adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk
Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup yang
pernah terekam dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan PKI.
Tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan
masih menjadi persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsanya. Banyak
orang yang menyuarakan tentang demokrasi dan hak asasi manusia , itu merupakan
bukti bahwa masalah kemanusiaan sangat sering terusik/ terjadi. Gambaran nyata
terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang
berbicara tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.
3. Unsur Politik .
Unsur ini merupakan unsur yang paling
utama terlintas dari benak pengarang, karena pengarang merasa sangat prihatin
terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil
yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan
tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh
PKI yang terjadi di akhir September 1965.
4.
Unsur Ekonomi.
Masalah yang ingin diangakat oleh
pengarang diantaranya adalah mengenai masalah ekonomi yang dialami oleh
masyarakat, dalam hal ini adalah “Dukuh Paruk”. Ini sering terlihat
dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana mengggambarkan
kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah pematang
sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya
ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering
kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut singkong yang
terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran keadaan ekonmi yang
sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan keadaan itulah yang
sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.
5. Latar belakang pengarang
Ahmad Tohari adalah
sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah kesusastraan Indonesia. Dari
karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari langgeng dan cepat nempel di
kalangan pembaca. Tema keislaman, dan nilai kehidupan kesederhanaan. Ronggeng
Dukuh Paruk adalah salah satu bibel Ahmad Tohari. Dengan hadirnya
serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara kesusastraan bertema lokal.
Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng dan filosofinya menegaskan
bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-orang yang satu daerah
asalnya.
C. PENUTUP
Secara analisis, novel
Ronggeng dukuh Paruk dapat menambah pemahaman kepada pembaca dalam menemukan
unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik cerpen. Unsur novel Ronggeng Dukuh
Paruk yang dianalisi yaitu tema, latar, penokohan dan perwatakan, alur, sudut
pandang,amanat atau pesan, gaya bahasa,nilai moral, keagamaan, kebudayaan,
unsure social, unsure politik, unsure ekonomi, dan latar belakang pengarang.
Tema pokok dalam RDP,
yaitu pertentangan antara keramat Ki Secamenggala dengan kaum terpelajar. Latar
yang terjadi di Dukuh paruk. Tokoh utama Rasus dan tokoh pembantu utama
Srintil. Alur yang terjadi alur campuran dengan menggunakan sudut pandang orang
pertama pelaku utama.
Sgt membantu.. Thanks
BalasHapusAda semua isinya hihi
BalasHapusIsi apa maksud Lo
BalasHapusThanks,, it's verry useful
BalasHapusMakasih yaaaa sangat membantu 😍
BalasHapusHatur nuhun
BalasHapusSangat membantu terima kasih
BalasHapusmakasiyaa
BalasHapusTq
BalasHapusWadidawww mantaffff
BalasHapusGd
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantul
BalasHapusUyuy
BalasHapusTencuu
BalasHapusMakasih kak atas jawabannya
BalasHapusterimakasih banyak kak, sangat membantu:)
BalasHapusmantap sangat membantu
BalasHapusBagus
BalasHapusmakasih banyk🙏🥰
BalasHapusizin save ya...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerimakasih KK
BalasHapusTerima kasih Tulisannya kk, ada jawaban dari bahan tugas nih tuk sekolah
BalasHapusNovel Ronggeng Dukuh Paruk
saya suka sekali membaca novel ini
HELPP Any*ng
BalasHapuskak aku izin nyontek hehe :D
BalasHapusMakasih bnget k sangat membantu
BalasHapusThanks ya:)
BalasHapusThanks:)
BalasHapusMakasih kak;)
BalasHapus2022 hadir bang thanks
BalasHapus